Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel lima bintang . Sang petugas hotel yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan waspada ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak di mewah.
Petugas hotel itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya
a terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya tapi, wanita itu han
ya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri. Adakah seseorang yang sedang ditunggunya.
Petugas hotel itu mulai berfikir bahawa wanita itu bukanlah jenis wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tidak juga anak-anak. Sekitar usia remaja yang sedang beranjak dewasa.
Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas hotel itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya:
"Maaf, cik ... Apakah anda sedang menunggu seseorang?
"Tidak! "Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
"Lantas untuk apa cik duduk disini?
"Apakah tidak boleh? "Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas hotel.
"Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.''
"Maksud, kamu?
"Anda harus memesan sesuatu untuk boleh duduk disini"
"Nanti saya akan pesan setelah saya ada wang.
Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk disini untuk sesuatu yang akan saya jual "Kata wanita itu dengan suara lambat.
"Jual? Apakah anda menjual sesuatu disini?"
Petugas hotel itu memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah "sales girl" yang hanya membawa browser.
"Ok, lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti."
"Saya ingin menjual diri saya, "Kata wanita
itu dengan tegas sambil menatap dalam dalam kearah petugas hotel itu.
Petugas hotel itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan.
"Mari ikut saya, "Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya.
Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperativ karana ada secuil senyum diwajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti petugas satpam itu.
Di koridor hotel itu terdapat kerusi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antara ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung.
"Apakah anda serius?"
"Saya serius "Jawab wanita itu tegas.
"Berapa tarif yang anda minta?"
"Setinggi tingginya..' '
"Mengapa? Petugas hotel itu terkejut sambil menatap wanita itu.
"Saya masih perawan"
"Perawan? "Sekarang petugas satpam itu benar benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini.. Fikirnya.
"Bagaimana saya tahu anda masih perawan?''
"Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membezakan mana perawan dan mana bukan. Ya kan ...''
"Kalau terbukti tidak?
"Tidak usah bayar ...''
"Baiklah ..."Petugas hotel itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
"Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda."
"Cubalah."
"Berapa tarif yang diminta?"
"Setinggi tingginya."
"Berapa?"
"Setinggi tingginya. Saya tidak tahu berapa?"
"Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya."
Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu.
Tak berapa lama kemudian, petugas hotel itu datang lagi dengan wajah cerah.
"Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rm 5 ribu. Bagaimana?"
"Tidak adakah yang lebih tinggi?"
"Ini termasuk yang tertinggi, "Petugas hotel itu mencoba meyakinkan.
"Saya ingin yang lebih tinggi...''
"Baiklah. Tunggu disini ..."Petugas hotel itu berlalu.
Tak berapa lama petugas hotel itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.
"Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rm 6 ribu. Bagaimana?"
"Tidak adakah yang lebih tinggi?"
"Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cubalah bayangkan, bila anda ditiduri oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai perawan anda diambil oleh kekasih anda, andapun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan wang Rp. 6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa wang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik terhadap saya. Kerana saya akan mendapatkan komisen dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan. Kita sama sama butuh ..."
"Saya ingin tawaran tertinggi ... "Jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas hotel itu.
Petugas hotel itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.
"Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya.
Tapi sebaiknya anda ikut saya.
Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit.
Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli. "Kata petugas hotel itu dengan agak kesal.
Wanita itu tak peduli dengan saran petugas hotel itu tapi tetap mengikuti langkah petugas hotel itu memasuki lift.
Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur tersenyum menatap mereka berdua.
"Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat? " Kata petugas hotel itu dengan sopan.
Jejaka bermata sepet itu menatap dengan seksama kesekujur tubuh wanita itu ...
"Berapa? "Tanya jejaka itu kepada Wanita itu.
"Setinggi tingginya "Jawab wanita itu dengan tegas.
"Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? "Kata jejaka itu kepada sang petugas hotel
"Rm 6 ribu, tuan"
"Kalau begitu saya berani dengan harga Rm 7 ribu untuk semalam."
Wanita itu terdiam.
Petugas hotel itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawapan bagus dari wanita itu.
"Bagaimana? "tanya jejaka itu.
''Saya ingin lebih tinggi lagi ..."Kata wanita itu.
Petugas hotel itu tersenyum kecut.
"Bawa pergi wanita ini. "Kata jejaka itu kepada petugas hotel sambil menutup pintu kamar dengan keras.
"Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual?"
"Tentu!"
"Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu ..."
"Saya minta yang lebih tinggi lagi ...''
Petugas hotel itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang.
Dicubanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya.
"Kalau begitu, kamu tunggu ditempat tadi saja, ya. Saya akan mencuba mencari penawar yang lainnya."
Di lobi hotel, petugas hotel itu berusaha memandang satu persatu jejaka yang ada. Berusaha mencari pelangan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang jejaka yang sedang berbicara lewat telepon di genggamanya.
"Bukankah kelmarin saya sudah kasih kamu wang Rm25,000.00.
Apakah itu tidak cukup? Terdengar suara jejaka itu berbicara.
Wajah jejaka itu nampak masam seketika.
"Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya perlukan kamu.
Kan sudah seminggu lebih kita tidak ketemu, ya sayang?!"
Kini petugas hotel itu tahu, bahwa jejaka itu sedang berbicara dengan wanita.
Kemudian, dilihatnya, jejaka itu menutup teleponnya. Ada kekesalan diwajah jejaka itu.
Dengan tenang, petugas hotel itu berkata kepada jejaka itu: "Bang, apakah anda perlukan wanita ... ???"
Jejaka itu menatap sekilas kearah petugas hotel dan kemudian memalingkan wajahnya.
"Ada wanita yang duduk disana, "Petugas hotel itu menujuk kearah wanita tadi.
Petugas hotel itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini. "Dia masih dara..''
Jejaka itu mendekati petugas hotel itu.
Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. "Benarkah itu?"
"Benar, bang."
"Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu ..."
"Dengan senang hati. Tapi, bang ...Wanita itu minta harga setinggi tingginya.''
"Saya tidak peduli ... "jejaka itu menjawab dengan tegas.
Jejaka itu menyalami hangat wanita itu.
"Bapak ini sedia membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah ..."Kata petugas hotel itu dengan nada kesal.
"Mari kita bicara dikamar saja."Kata jejaka itu sambil menyisipkan wang kepada petugas hotel itu.
Wanita itu mengikuti jejaka tersebut menuju kamarnya.
Di dalam kamar ...
"Beritahu berapa harga yang kamu minta?"
"Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit"
"Maksud kamu?"
"Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih ...."
"Hanya itu ...''
"Ya ...!"
Jejaka itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani ditengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. jejaka ini sedar, bahwa dihadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Iaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanita ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat.
"Siapa nama kamu?"
"Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang mampu anda bayar ... "Kata wanita itu
"Saya tak tahu untuk menyebutkan harganya. Kerana kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar."
''Kalau begitu, tidak ada kesepakatan!"
"Ada ! Kata jejaka itu seketika.
"Sebutkan!"
"Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu.
Terimalah wang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu kerumah sakit.
Dan sekarang pulanglah ... "Kata jejaka itu sambil menyerahkan wang dari dalam beg kerjanya.
"Saya tidak mengerti ...''
"Selama ini saya selalu memanjakan perempuan simpanan saya.
Dia menikmati semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterimakasih.
Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta.
Tapi hari ini, saya boleh membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya.
Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya yang mampu saya bayar ...''
"Dan, apakah kamu ikhlas...?"
"Apakah wang itu kurang?"
"Lebih dari cukup, encik ..."
"Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal?"
"Silakan ...''
"Mengapa kamu begitu beraninya ..."
"Siapa bilang saya berani.
Saya takut encik...!
Tapi lebih dari seminggu saya berusaha mendapatkan cara untuk membawa ibu saya kerumah sakit dan semuanya gagal.
Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah kerana dorongan nafsu.
Bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh` ...
Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan ..."
"Keyakinan apa?"
"Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Allah lah yang akan menjaga kehormatan kita ... "Wanita itu kemudian melangkah keluar kamar.
Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata:
"Lantas apa yang encik dapat dari membeli ini ..."
"Kesadaran..."
.. . .
Di sebuah rumah di kawasan setingan.
Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dakapan hangat anaknya.
"Kamu sudah pulang, nak"
"Ya, bu ..."
"Kemana kamu pergi, nak ... ???''
"Menjual sesuatu, bu ..."
"Apa yang kamu jual?"Ibu itu menampakkan wajah kehairanan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum ...
Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak boleh dielakan. Tapi Allah selalu memberi tanpa soal, tanpa perhitungan ...
"Kini saatnya ibu untuk ke rumah sakit ..."
Di gendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: "Allah telah membeli apa yang saya jual...".
Teksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan rumahnya. Dimasukannya ibunya kedalam teksi dengan hati-hati dan berkata kepada supir si pemandu teksi: "Hantar kami kerumah sakit ..."
***jangan terlalu berani meniru aksi wanita ini kerana anda mungkin tidak bernasib baik sepertinya.
No comments:
Post a Comment